Minggu, 09 September 2012

Guru Bermain Drama



PEMENTASAN DRAMA GURU INDONESIAN CULTURE
GARUDA MADURA DI DADAKU”

I. Pengantar
“Madura di dadaku
Madura kebanggaanku
Ku yakin hari esok lebih maju!...”

Koor lagu gubahan “Garuda di dadaku”  menjadi  “Madura di dadaku” terdengar membahana dinyanyikan guru-guru. Itu adalah adegan penutupan pementasan drama penghujung tema Indonesian Culture : Jawa Timur – Madura” di Sekolah Alam Ar-Ridho.  Para penonton, yaitu murid-murid, serentak memberikan tepuk tangan meriah untuk tampilan seru yang baru saja mereka saksikan.

Flashback kira-kira satu bulan sebelumnya, kelas 3 SD mendapat tema baru di awal semester II, yaitu Madura.  Sudah beberapa tahun ini, SAA memasukkan tema wajib Indonesian Culture khususnya TK dan SD d semester II tiap tahunnya. Karena tahun lalu subtemanya Jawa Tengah-DIY, maka tahun ini giliran Jawa Timur menjadi subtema utamanya.  Beberapa kota yang di nilai bisa menjadi representasi Jawa Timur seperti misalnya Surabaya, Ponorogo, Malang, Madura, dan Gresik dibagi ke setiap jenjang level. Dan kelas 3 mendapat tema Madura. 

Pemilihan tema Indonesian Culture di SAA sebagai tema wajib, didasarkan paling tidak oleh 3 hal berikut : 
Pertama,  prinsip Sekolah Alam yang berbasis pada in situ development. Pengenalan dan penguatan nilai-nilai lokal sebagai hal yang lebih dahulu dimiliki sebelum menjadi sosok berkualitas global. Dan mengenal daerahnya, dalam hal ini dari lingkup terkecil : sekolah-kota-propinsi, hingga ke-Indonesiaan adalah langkah pertama.  Potensi alam dan budaya yang terkandung didalamnya diyakini sebagai media  efektif pembentukan karakter,  khususnya kebangsaan. 

Kedua, sistem keterpaduan sudut pandang dan cara belajar menyenangkan yang dianut Sekolah Alam, menuntut pemilihan tema/obyek belajar yang tepat.  Mempelajari  potensi dan budaya lokal terbukti menjadi daya tarik dan tantangan tersendiri bagi sekolah. Kegiatan eksplorasi saintifik maupun sosial didalamnya dapat memacu kultur ilmiah keluarga sekolah. Semua pihak dapat terlibat secara aktif dan menyenangkan disini.  Murid-murid dapat mengenal makanan khas berikut cara pembuatan dan peluang bisnisnya, pakaian khas, potensi alam dan wisata, bahasa daerah, adat istiadat, berikut problematika khas yang melingkupinya.

Ketiga, tema Indonesia Culture adalah jawaban dari berbagai permasalahan dan tantangan khas era global. Nilai-nilai kearifan lokal, seperti : sopan santun, spirit berwirausaha, perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan,  kreatif, dan arif terhadap lingkungan; merupakan sedikit dari banyak nilai yang bisa diperoleh ketika mempelajari Indonesian Culture. Semangat untuk menggali sebanyak-banyaknya nilai positif dari keragaman alam dan budaya di seluruh pelosok Nusantara adalah satu-satunya cara agar anak-anak Indonesia kelak dapat berdiri sama tinggi dengan bangsa lain dalam pergaulan komunitas global. 

II. Pementasan Drama “Madura di Dadaku”
Pementasan drama oleh guru sebenarnya didasari oleh  dua spirit. Pertama, kebutuhan guru untuk menyatukan banyak hal  tentang Madura yang telah dipelajari selama kurang lebih 4 pekan dengan cara paling sederhana.  Kata kunci : Pulau garam, sate Madura, jembatan Suramadu, Surabaya, Wirausaha, teknologi, dan persaudaraan, harus dirangkai menjadi satu kesatuan utuh yang memiliki makna, khususnya di benak murid. Cara paling sederhana untuk itu adalah : drama.

Dan yang kedua, semangat Ing Ngarso Sung Tulodho dari Ki Hajar Dewantara. Biasanya pementasan (muhadhoroh) di SAA dimainkan oleh murid-murid. Guru hanya membantu persiapan murid, melatih, atau memberi saran sebatas yang dibutuhkan.  Kali ini, para guru kelas 3 SD yang berjumlah enam orang ingin memberi kejutan sekaligus teladan bagi murid, tentang bagaimana seharusnya sebuah pementasan dilakukan.

Maka, sebuah rencana besar dijalankan.  Memakan waktu dan energi tentu saja. Disela-sela waktu luang dan istirahat mengajar, guru memanfaatkan waktun untuk menyiapkan segala hal. Dalam kasus ini, guru-guru belajar satu hal besar : manajemen pementasan. Satu hal yang tak boleh dilupakan, semua yang dilakukan guru selalu sepenglihatan murid. Proses menuju hari-H pementasan senantiasa diikuti oleh murid, bahkan murid juga urun serta dalam beberapa hal. Kelak, murid akan menyusun’ puzzle’ di kepalanya, merangkai bentuk apa yang dilihatnya sebelum pementasan dan saat pementasan dilakukan.

Paling tidak ada 7 hal yang harus disiapkan oleh guru dalam sebuah pementasan : (1) Skenario drama, (2) Jadwal latihan, (3) Merancang kostum, (4) Menyiapkan properti, (5) Menyiapkan setting/dekorasi, (6) Menyiapkan sound system yang memadai, dan (7) Akting dan improvisasi.

Skenario dibuat oleh Bu winky (3C). Pegiat teater di kampusnya dulu itu, berhasil membuat sebuah skenario yang menyatukan materi yang telah dipelajari, sekaligus karakter yang ada dibuat berdasarkan potensi guru. 

Pak Rofi (guru 3C) yang orang Tegal, tetap menjadi orang Tegal dengan dialek khasnya. Bu Ami (guru 3A) yang pandai bahasa Minang dan isi kepalanya selalu dagang dan uang, menjadi istri Pak Rofi . Mereka berdua menjadi tetangga dari sebuah keluarga Madura yang kepala keluarganya berjualan sate (diperankan Pak Doni guru 3A dan Bu Winky). Khusus untuk melatih dialek Madura ini, guru bahkan mengundang  orang Madura asli datang ke sekolah (guest teacher).  Dua guru yang lain, Pak Alim (guru 3B) berperan menjadi insinyur yang membangun jembatan Suramadu dan Bu Isti (guru 3B) menjadi narator drama.

Secara singkat, dramanya bercerita tentang kondisi keluarga Madura yang berjualan sate dan mengalami kelesuan karena kondisi yang stagnan di Madura. Sebuah ide muncul, jika bisa berjualan hingga sampai Surabaya mungkin akan menjadi lebih baik. Sayangnya sarana yang ada mahal dan butuh waktu lama. Solusinya kemudian adalah proyek besar membangun jembatan yang menghubungkan Surabaya dan Madura (Suramadu).  Dibangun oleh insinyur lokal dan Cina, akhirnya jembatan Suramadu berhasil dibangun dan memperbaiki perekonomian keluarga.  Keragaman budaya Indonesia pun diwakili oleh bermacamnya dialek para pemain.


9Murid-murid membantu membuat kostum dan properti, diantaranya :  baju larik merah putih khas Madura (foto. 9), tusuk sate,  dan jembatan Suramadu (Foto 10 & 11).  Lagu daerah Madura, Tanduk Majeng pun diunduh untuk digunakan sebagai backsound.
 
10Drama “Madura di Dadaku” ini selain menarik bagi murid-murid  juga sarat pesan moral.  Diantaranya pertama, perlunya melakukan suatu perubahan atau terobosan menuju kondisi yang lebih baik. Sebagaimana firman Allah, bahwa Ia tidak akan merubah nasib suatu kaum hingga kaum itu melakukan perubahan. Baik perubahan cara pandang maupun sikap.

11Kedua,bahwa Indonesia bisa! Indonesia tidak kalah dengan negeri lain.  Jembatan Madura yang dibangun secara bersamaan dari arah Bangkalan Madura dan dari Surabaya sepanjang  5.438 meter, berhasil menorehkan prestasi dalam bidang teknologi rancang bangun sebagai jembatan terpanjang di Indonesia.  Bahwa Indonesia memiliki  kemampuan khususnya dalam konstruksi jalan dan jembatan . 

Ketiga, tetap optimis menghadapi kesulitan hidup, seperti yang ditunjukkan oleh keluarga penjual sate dari Madura. Dan kultur gotong-royong antar tetangga, seperti yang ditunjukkan oleh keluarga Pak Rofi  dan Bu Ami.  Silahturahmi yang baik antartetangga membuat segala kesulitan terasa lebih mudah. Keragaman dialek yang ditampilkan juga menunjukkan kekayaan budaya  bangsa Indonesia. Para pendiri bangsa menyebutnya dengan Bhineka Tunggal Ika.

Dalam kacamata pementasan, drama guru ini telah memberi  inspirasi kepada murid-murid untuk lebih memperkaya dan meningkatkan kualitas pementasan mereka. Hal ini kemudian terbukti pada tema berikutnya, Bumi dan Antariksa, murid-murid semangat berlatih untuk memberikan yang terbaik pada audience saat mereka tampil di panggung teater sekolah. Murid-murid juga lebih mudah diatur saat latihan, karena mereka melihat sendiri dengan mata kepala mereka bagaimana kesungguhan gurunya saat berlatih. Dalam banyak kondisi, keteladan lebih memberi efek kuat daripada ucapan lisan berbentuk saran atau nasihat.

Bagi guru sendiri, mementaskan sebuah skenario yang digarap secara sungguh-sungguh dan totalitas, menjadi pengalaman berharga. Meski barangkali sudah terbiasa tampil di kelas dihadapan murid, namun tampil di depan hadirin di ruang terbuka dan disaksikan banyak pasang mata membutuhkan keberanian mental tersendiri. Belum lagi keterampilan berimprovisasi dalam seni peran dan juga kreativitas dalam menyiapkan properti. 

III. Integrasi Belajar
Drama “Madura di dadaku” pada dasarnya merupakan pemuncak dari sebuah kegiatan belajar terstruktur dan integratif selama kurang lebih empat pekan.  Bila dijabarkan, materi yang diterima murid antara lain: Pengetahuan Sosial ,  tentang letak geografis Madura yang berupa  pulau dan terpisah oleh Selat Madura dari Pulau Jawa. Pulaunya lebih kecil dari Bali. Kondisi tanahnya  secara umum tandus dan kurang subur. Kondisi yang menyebabkan Madura tidak terlalu mengandalkan tanah pertanian sebagai mata pencaharian.  Ia bahkan terkenal sebagai pulau garam. Kondisi ini membuat banyak orang Madura menjadi perantau ke daerah lain. 

Selain itu, murid juga belajar tentang beberapa produk budaya Madura yang menonjol. Khususnya tentang makanan khas seperti Sate Madura dan Soto Madura, pakaian adat lurik merah putih, batik Madura, tradisi karapan sapi, clurit sebagai senjata tradisional , dan bahasa daerahnya yang unik karena berbeda dengan bahasa Jawa pada umumnya.

Untuk  Sains, murid belajar banyak hal tentang pembangunan jembatan Suramadu dan membuat modelingnya. Bereksperimen membuat garam, juga bagian yang menarik bagi murid. Untuk Art, murid bekerja sama dengan guru menciptakan dan menggubah lagu tentang Madura. Juga mendesain, membuat, dan memoles jembatan Suramadu dengan warna, dan membuat pakaian khas,  serta display kelas bertema Madura (foto 12).

1413Untuk memperkuat sisi entrepreneur, guru mendatangkan seorang wirausahawan Madura, yakni penjual sate Madura (Foto 13). Murid belajar cara pembuatan sate, mulai dari pengirisan daging ayam, pembuatan bumbu, cara menusuk, dan membakarnya. Dilanjutkan dengan diskusi perhitungan laba-rugi usaha sate Madura. Di sessi ini bahkan diakhiri dengan table manner dengan menu utama sate ayam Madura (Foto 14).  Sebuah fieldtrip kecil juga dilakukan, yaitu berkunjung ke Potong Rambut Madura untuk mengetahui berapa penghasilan dari seorang tukang cukur Madura dan suka dukanya.

Di sisi Matematika, murid kelas 3 SD mulai belajar operasi penjumlahan dan perkalian dua digit. Murid menggunakan tema Madura sebagai alat belajar. Dalam pembuatan model jembatan Suramadu, murid belajar melakukan pengukuran, dan berhitung pembagian dari  selembar triplek agar dapat dibagi dua sama besar dan 2 batang kayu sebagai tiang pancang. Pada pembakaran sate, murid juga menghitung jumlah tusuk sate yang berhasil dibuat dengan prinsip perkalian. Contoh riilnya, murid kelas 3 SD berjumlah 63 orang dan setiap  murid mendapat 3 tusuk sate. Dari situ, akan diketahui berapa minimal tusuk sate yang harus dibakar agar semua murid mendapatkan sate sama banyak. Selain itu, ketika si tukang sate menjelaskan selisih modal yang dibutuhkan dan pendapatan yang diperoleh, murid-murid juga belajar aplikasi dari operasi hitung pengurangan.

Penguatan nasionalisme,  diperoleh ketika guru menceritakan epos kepahlawanan seorang tokoh nasional dari Madura yang bernama Raden Trunojoyo. Perjuangannya melawan penjajah Belanda dan kolonialisme telah menumbuhkan spirit kecintaan terhadap tanah air. 

15Dan di Bahasa Indonesia,  murid meningkatkan kemampuan 4 kompetensi dasar berbahasa : lisan-dengar-baca-tulis.  Untuk kompetensi Berbicara-Mendengar, murid mempresentasikan pengalaman mereka berkunjung ke rumah orang Madura, dan menjadi pendengar yang baik saat sessi cerita kepahlawanan atau cerita rakyat (Sakerah) atau ketika seorang guest teacher mengenalkan bahasa Madura (Foto 15). Untuk kompetensi membaca-menulis, murid mengunduh dan membaca banyak hal tentang Madura, dan menuliskan hasil kunjungan/fieldtrip ke tukang cukur Madura atau buku harian tentang apa saja yang telah ia lakukan selama belajar tema Madura.

IV. Korelasi dengan Kurikulum Nasional (Kelas 3 SD)
Satu pertanyaan tersisa adalah apakah dengan belajar  Indonesian Culture dapat memenuhi Standar Kompetensi –Kompetensi Dasar (SKKD) untuk kelas 3 SD ? Jawabannya pendek saja, yaitu : Ya!. Sebab pada dasarnya pada saat menyusun Lesson Plan atau RPP,  guru telah membaca SKKD dan kemudian memutuskan bentuk kegiatan dan materi seperti apa yang akan dipelajari dalam tema Indonesian Culture ini. Bahkan seorang guru kreatif bisa mendesain rencana belajar dengan hasil yang melebihi SKKD.

Mari kita telisik lebih jauh. JIka kita ambil sampel 3 SKKD mata pelajaran, misalnya PPKN, IPS dan IPA. Untuk semester II Kelas 3, Standar Kompetensi (SK) PPKN adalah : memiliki harga diri sebagai individu dan memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Menapakitilasi perjuangan Trunojoyo di Madura melawan penjajah sudah cukup menjawab kebutuhan ini. Terlebih jika dikaitkan dengan karakter orang Madura yang pejuang, tangguh, ulet dan tidak mudah menyerah meski hidup dalam lingkungan yang sulit. Mereka pantang menjadi peminta-minta. Dan dengan cara penyampaian yang benar, tradisi Carok di Madura, bisa menjadi contoh nyata dari memiliki harga diri.

Sementara SK IPS –nya adalah : memahami jenis pekerjaan dan penggunaan uang. Kompetensi ini juga dapat dengan mudah dipenuhi. Pembangunan jembatan Suramadu melibatkan banyak lini profesi, mulai dari pengambil kebijakan, politisi, admisnitrasi keuangan, hingga persoalan teknik seperti Arsitek, Insinyur sipil,  pakar kelautan, dalan lain-lain. Dan sebutan pulau Madura sebagai pulau seribu pesantren juga dapat menjadi obyek bahasan, karena disini ada sosok profesi guru, kyai, ustadz, santri, dan seterusnya. Uang, dalam konteks Madura dan entrepreneurship juga berkaitan erat. Dalam hal ini,  guru bahkan bisa menanamkan karakter penggunaan uang secara bijaksana dan tidak konsumtif.

Untuk SK IPA, materinya adalah : memahami energi dan penggunaannya sehari-hari. Hadirnya tukang sate disekolah berikut alat yang dibawanya adalah contoh sederhana dari penerapan materi kebutuhan manusia terhadap energi. Kipas angin yang digunakan membakar sate memanfaatkan energi gerak. Penggunaan energi panas diwakili oleh arang yang dibara untuk membakar daging sate. Contoh lain, dalam proses pembuatan garam, energi panas matahari dibutuhkan untuk menguapkan air laut menjadi garam.

Pendeknya, belajar Indonesian Culture  di semester II sangat relevan dan korelatif terhadap SKKD kurikulum nasional. Beberapa materi yang tak terbahas pun, seandainya ada, masih dapat dipelajari dan dimasukkan dalam tema berikutnya. 
V. Cita-cita dan Pembentukan Karakter

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia. Pasal 3 UU Sisdiknas menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

Mengutip Lendo Novo, Sekolah Alam sejatinya adalah sekolah yang mengutamakan pendidikan karakter. Karena itu, di setiap pilihan tema, pertanyaan pertama-tama yang muncul adalah apa karakter yang hendak diasah dalam sebuah tema. 

Dalam konteks “Madura di Dadaku”, beberapa karakter utama yang hendak disasar diantaranya adalah  : (1) tangguh (struggle) dalam menghadapi kondisi sulit, (2) menjadi  pribadi kreatif dalam memecah kebuntuan, dan (3) menjadi pribadi berilmu yang memberi banyak kemanfaatan.

Ketidaksuburan tanah Madura membawa berkah tersendiri bagi masyarakatnya. Orang Madura adalah salah satu dari beberapa suku di Indonesia yang melakukan diaspora alias beremigrasi ke daerah lain untuk memperbaiki hidupnya. Konon, peserta program transmigrasi terbesar berasal dari pulau Madura. 
Keberanian menempuh hidup baru dan ketangguhan mereka menyulap lahan yang semula tidur menjadi produktif adalah salah satu karakter khasnya. Dari kondisi sulit pun lahirnya kreativitas. Kini, dapat kita lihat, beberapa produk a la Madura bisa dengan mudah ditemukan di seantero nusantara, khususnya di Jawa. Sebut saja, misalnya : sate Madura, soto Madura, potong rambut Madura, dan bubur kacang hijau Madura. 

Jembatan Suramadu tidak akan berdiri jika tidak dibangun oleh orang-orang yang berilmu dan berdedikasi. 
Menjadi pribadi berilmu lalu kemudian menebar kemanfaatan atas ilmunya itu, dalam literatur Islam adalah karakter yang sangat disukai Rasulullah SAW. Sebab dengan ilmulah segala kebuntuan, kejumudan, dan kesulitan akan terpecahkan, dan menciptakan kemaslahatan bagi orang banyak. Karakter ini perlu perlu ditanamkan sedari dini, sebab adakalanya orang berilmu justru menciptakan kehancuran  dan keburukan bagi peradaban. Intelek dan bermanfaat, adalah dua ciri-ciri masyarakat global di masa depan.  Dan Sekolah Alam telah ambil bagian menyiapkannya sejak ia didirikan.

VI. Epilog
Pembelajaran “Madura di Dadaku” sebagai bagian dari East Java Culture, kemudian disempurnakan dengan melakukan kunjungan ke “kota-kota lain di Jawa Timur”. Kelas 3 yang belajar Madura berkunjung ke kelas lainnya yang mempelajari Surabaya, Malang, Ponorogo, dan Gresik. Begitu juga kelas lain, balik  mengunjungi Madura di kelas 3. Setiap kelas yang dikunjungi berusaha menjadi tuan rumah yang baik. Murid-murid akan menjelaskan ke pengunjung apa saja yang telah mereka pelajari dan lakukan. Mereka akan memaparkan potensi alam dan budaya dari kota yang mereka pelajari. Dengan demikian, akan terbentuk suatu gambaran utuh tentang Indonesian Culture, khususnya Jawa Timur.

Ruang lingkup Indonesian Culture sebaiknya dimulai dari kota atau daerah sendiri untuk kemudian melebar ke daerah tetangga, dan baru ke pulau tetangga . Semakin kaya pasokan informasi murid terhadap ragam budaya dan karakter kuat bangsa maka akan semakin tumbuh kecintaannya kepada bangsa. Karena itu, tema Indonesian Culture sebaiknya menjadi tema wajib kurikulum Sekolah Alam, khususnya di semester II setiap tahunnya.

Muara dari pendidikan budaya dan karakter adalah menancapkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik, sehingga mereka menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius, cinta tanah air, produktif dan kreatif. Dengan cara inilah, bangsa Indonesia dapat duduk sama rendah berdiri sama tinggi dengan bangsa lainnya. 

***
Dimuat tabloid Sekolah Alam Ar-Ridho Edisi 3/Juni-Agusutus/2012
Tim Call For Paper (CFP) SD Sekolah Alam Ar-Ridho untuk Janbore Sekolah Alam Nusantara :
  • Pak Doni (3A)
  •  Bu Ami (3A)
  • Bu Winky (3C)
                                             

0 komentar:

Posting Komentar